Budaya dan Tradisi Unik Saat Gerhana Bulan
25 January 2018Kebhinekaan yang dimiliki Indonesia melahirkan beraneka ragam budaya dan tradisi dari setiap populasi masyarakatnya. Begitu banyak kearifan lokal yang memperkaya Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai persatuan. Bhineka Tunggal Ika, walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu.
Salah satu kearifan lokal yang hingga kini masih tetap lestari adalah tradisi masyarakat saat gerhana bulan. Budaya dan tradisi tersebut bahkan dilakukan baik oleh masyarakat modern maupun yang tinggal di daerah terpencil.
Pada awal pagi di 31 Januari 2018, fenomena Super Blue Blood Moon akan terjadi di langit bumi. Inilah fenomena gerhana bulan yang langka dan merupakan pertama kalinya sejak lebih dari 150 tahun.
Setelah penampakan supermoon pada 1 Januari 2018 lalu, bulan akan kembali menampakan keistimewaannya. Tiga fenomena langka bulan akan terjadi sekaligus. Tiga fenomena tersebut adalah supermoon, blue moon, dan gerhana bulan.
Berdasarkan informasi dari BMKG, pada 31 Januari pukul 20.29 WIB, Bulan berada pada fase purnama. Saat itu pula gerhana bulan total berada pada fase puncak. Peristiwa gerhana bulan total yang dapat diamati dari seluruh wilayah Indonesia itu terjadi sekitar 77 menit. Pada saat itulah bulan juga mengalami perubahan warna menjadi merah.
Peristiwa langka ini tentunya menjadi momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh sebagian masyarakat dunia untuk menyaksikannya secara langsung. Namun, tahukah Anda jika beberapa suku di Indonesia memiliki tradisi yang unik saat terjadinya gerhana bulan? Berikut ini adalah beberapa di antaranya:
Menumbuk Lesung
Masyarakat Jawa percaya bahwa gerhana terjadi lantaran raksasa jahat Batara Kala tengah menelan bulan. Bagi mereka yang percaya dengan mitos ini akan memukul-mukul lesung padi ketika gerhana bulan sebagai simbol memukul-mukul jasad Batara Kala yang masih hidup itu dengan tujuan Batara Kala akan merasa geli dan mual sehingga bulan yang ditelannya akan dimuntahkan lagi.
Memukul Kentongan atau Gong
Saat gerhana terjadi, masyarakat Dayak akan membunyikan gong atau benda apa saja supaya bulan muncul kembali. Menurut kepercayaan mereka, gerhana terjadi akibat bulan ditelan oleh sebuah makhluk gaib bernama Ruhu.
Tradisi memukul kentongan juga dilakukan masyarakat Tidore. Mereka menyebutnya tradisi Dolo-dolo. Kentongan dari bahan bambu dipukul secara bersamaan saat terjadinya gerhana bulan. Tujuannya pun sama, yaitu mengusir raksasa yang menelan bulan.
Membuat Nasi Liwet
Tradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama bagi mereka yang sedang hamil. Prosesi ini diawali dengan menanak nasi yang dilakukan oleh ibu atau kerabat si ibu hamil. Kemudian begitu terjadi gerhana total maka si ibu hamil pun dengan diarahkan oleh tetua kampung untuk menggigit pecahan genteng sambil tangannya terus mengelus perutnya.
Setelah itu, ibu hamil diminta untuk menyelundup ke kolong tempat tidur sebanyak tiga kali dengan pecahan genteng yang masih tergigit. Bersamaan dengan itu, para anak-anak yang hadir oleh tetua kampung diminta untuk bergelantungan di pohon yang ada di halaman tempat diadakannya tradisi liwetan dengan makna filosofis bahwa dengan adanya anak yang bergelantungan di pohon itu diharapkan bayi yang dikandung nantinya akan lahir dengan sempurna dan tanpa cacat.
Menggoyangkan Batang Pohon
Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Dayak Ngaju. Saat gerhana, mereka memukul-mukul atau menggoyang batang pohon buah-buahan untuk membangkitkan “Gana”, yaitu roh dari pohon tersebut agar pohon tersebut berbuah lebat.
Mencuri Beras Tetangga
tradisi khas warisan nenek moyang saat menyambut fenomena gerhana bulan ini dimiliki oleh masyarakat suku Bugis khususnya yang berada di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Beras yang dicuri hanyalah segenggam tangan. Uniknya, tidak ada satu tetanggapun yang merasa dirugikan karena berasnya telah dicuri. Pasalnya, mereka pun melakukan hal sama kepada tetangganya. Adapun beras yang dicuri tersebut diubah menjadi bedak yang dipercaya dapat mempercantik wajah si pemakai.
Penulis: Ina Naulanifa
Foto: Dokumen Kemenpar
Tags : budaya kearifan lokal ,mitos gerhana bulan ,tradisi gerhana